Kolaka Terkini

Pengabdian sebagai Wujud Syukur (Refleksi Kemerdekaan ke-76 RI)

Oleh : Syaifuddin Mustaming

Sebagai hamba dan pengabdi kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, yang juga mengemban predikat anak bangsa, sepatutnya kita bersyukur atas nikmat kemerdekaan negeri ini yang kini memasuki ke-76 tahun, serta mutlak mewujudkan rasa syukur itu melalui implementasi pengabdian.

Bagi kaum mukminin, selain pengabdian kepada Allah SWT secara universal, semestinya juga mengabdi melalui partisipasi terhadap negeri, yang merupakan cerminan kecintaan kepada tanah air.  Cinta Tanah Air sebagian dari iman.

Relevan dengan hal dimaksud, saya mengajak untuk merenungi salah satu hadis Nabi SAW yang pada hakikatnya menuntut dan menuntun terwujudnya perilaku pengabdian yang lebih profesional dan proporsional bagi setiap pelaku profesi dan pekerjaan sebagai berikut :

“Dunia itu bagaikan sebuah taman yang dihiasi oleh lima macam perhiasan, yaitu; pemimpin yang adil, ilmu para ulama, kedermawanan para orang kaya, kejujuran para pedagang (pengusaha) dan kedisiplinan para karyawan (pegawai/pekerja)”. (Al Hadits)

Sabda Nabi SAW mengingatkan dan patut direnungkan secara sungguh-sungguh. Lima unsur yang dimaksud merupakan hal yang sangat esensial dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan menyatunya unsur-unsur tersebut, insyaallah akan terwujud suatu keseimbangan, keselarasan, keharmonisan dan kemaslahatan yang didambakan umat manusia dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun sebaliknya, jika masing-masing unsur tidak terjelma dan tidak bersatu, maka yang terjadi ialah suatu kepincangan dan ketimpangan yang berimpilkasi pada kehancuran dan malapetaka (na’údzu billáhi min dzálik).

1) Alangkah indahnya kehidupan ini, jika pemimpinnya adil, arif dan bijaksana serta amanah. Peka dan peduli terhadap keadaan rakyatnya, cinta kepada rakyat dan mencurahkan tenaga, pikiran dan segalanya demi kesejahteraan rakyat. Menghindarkan diri dari perilaku yang menyakiti hati rakyat karena kesewenang-wenangan dan keangkuhannya.

2) Betapa teduh, tenang dan tenteramnya hati rakyat karena memiliki ulama yang ikhlas, berwibawa dan istikamah (konsisten pada kebenaran) dengan nasihat, fatwa dan keteladanannya yang menyejukkan jiwa.

3) Sungguh nikmatnya rakyat yang sempat menikmati kucuran rezeki dari orang kaya (the have) yang dermawan, berhati murah. Tidak sayang sedikitpun memberi santunan kepada kaum duafa_miskin yang tidak berpunya (the havenot). Jauh dari sifat-sifat memperkaya atau mementingkan diri sendiri atau bersikap masa bodoh.

4) Amat membahagiakan pula bila para pedagang, pebisnis, pelaku ekonomi dalam sepak terjangnya di samping berusaha sekuat tenaga untuk meraih keberuntungan dan kesuksesan, namun dicapai dengan cara-cara legal dan halal. Senantiasa berpijak di atas prinsip-prinsip agama, Al Qur’an dan As Sunnah, hukum undang-undang dan peraturan serta etika-moral, sehingga dampak dan manfaatnya sangat dirasakan oleh seluruh lapisan dan strata masyarakat yang ada. Menjauhkan diri dari praktik-praktik tidak terpuji dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

5) Demikian juga, suatu hal yang membanggakan; ketika para karyawan, pegawai atau yang sebangsanya dalam segala tingkatan dan golongan, memiliki disiplin yang tinggi, etos kerja yang baik, semangat pengabdian yang luhur, jujur dan bertanggung jawab. Mereka mampu melaksanakan tugas yang diembannya, melayani kepentingan masyarakat dengan sabar, ulet, simpatik dan memuaskan.

Itulah sebuah kondisi ideal yang senantiasa dirindukan dan diidam-idamkan masyarakat atau rakyat.

Hanya dengan kemauan, kesungguhan, kesadaran, kejujuran dan ketulusan semua unsur dimaksud, cita-cita luhur itu akan dapat tercapai.

Jadi tidak salah apabila ada yang berkata, bahwa; “Indonesia itu bagaikan zamrud khatulistiwa” = salah satu bagian dari surga yang indah dan nyaman yang dianugerahkan Allah untuk bangsa Indonesia”. Sesuatu yang harus disyukuri dengan implementasi idealitas amal perbuatan, pola hidup dan tingkah laku yang terpuji sesuai dengan tuntunan dan kehendak Allah SWT.

Oleh karenanya, patut kiranya tuntutan dan tuntunan hadis Nabi SAW di atas direnungi secara mendalam untuk selanjutnya direfleksikan dan teraktualisasi dalam pola hidup dan tingkah laku setiap pelaku profesi, yang pada dasarnya merupakan salah satu bentuk partisipasi serta implementasi pengabdian terhadap nilai esensi dan substansi dari kemerdekaan negeri yang kita cintai.

Semoga mutiara hikmah ini menggugah nurani kita semua untuk mengisi dan berpartisipasi dalam kemerdekaan; dengan memperbaiki serta menata hidup dan kehidupan yang ideal, menuju “Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafúr”; suatu kondisi negeri yang baik serta senantiasa dalam naungan ampunan dan rida Allah SWT.

“Kolaka Negeri Mekongga,
Sulawesi Tenggara Bumi Anoa,
Indonesia Zamrud Khatulistiwa,
Bumi Nusantara Patut Dicinta”

“Segenap Hamba Taat Ibadah,
Daerah dan Negara Dapat Berkah,
Berharap Rida Padat Hikmah,
Semoga Alllah Meng-IIjabah”

BAARAKALLAAHU lanaa walakum, Ámín YÁ RABBAL ‘ÁLAMIN.

DIRGAHAYU INDONESIA

MERDEKA

(***)























Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button