Kolaka TerkiniSULTRA

Pendataan Balita Melalui Aplikasi Sebagai Alat Bantu Kerja Dalam Menurunkan Angka Kejadian Stunting di Wilayah Kerja Puskemas Kabupaten Kolaka 

Oleh: Syamsiah Nur 

NIM: M202201017 

Mahasiswa Program studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Mandala Waluya Kendari 

Wilayah kerja UPTD Puskesmas Pomalaa terletak di bagian selatan Kabupaten Kolaka, melintang dari bagian utara ke selatan kira-kira 2″LS – 5 “LS dan membujur dari barat ke timur antara 90 – 160 BT. Luas Wilayah Kecamatan Pomalaa 264,51 KM’

Batas wilayah UPTD Puskesmas Pomalaa sebagai berikut :

* Utara berbatasan dengan Kecamatan Baula dan Timur berbatasan dengan Kecamatan Ladongi.

* Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanggetada.

*Barat berbatasan dengan Teluk Bone.

Kabupaten Kolaka bersama Kabupaten Buton merupakan kabupaten di Sultra yang menjadi lokus stunting yang menjadi fokus penanganan dari pemerintah. Khusus di Kolaka terdapat 10 desa yang menjadi lokus stunting Disebutkan, 10 desa lokus stunting di Kolaka tersebut adalah Desa Lasiroku Kecamatan Iwoimendaa, Desa Lapaopao Kecamatan Wolo, Desa Amamotu Kecamatan Samaturu, Desa Konaweha Kecamatan Samaturu, Desa Latuo Kecamatan Samaturu Desa Tambea Kecamatan Pomalaa, Desa Oko Oko Kecamatan Pomalaa, Desa Plasma Jaya Kecamatan Polinggona, Desa Tanggeau Kecamatan Polinggona dan Desa Puulemo Kecamatan Baula.

Untuk Tahun 2023 Desa yang menjadi Lokus stunting di wilayah kerja Puskesmas Pomalaa menjadi 6 Yaitu Desa Oko Oko,Desa Sopura,Desa Hakatutobu, Desa Tambea,Kelurahan Dawi Dawi,dan Desa Pelambua

Kabupaten kolaka pada tahun 2019 masih berada pada kategori ringan karena di bawah 20%. Bupati Kolaka menyampaikan bahwa penanganan Stunting ini merupakan suatu hal yang sangat penting bagi generasi bangsa Indonesia. Titik yang paling penting untuk menangani Stunting ini adalah di Posyandu.

Karena disitulah merupakan pelayanan yang paling dasar, deteksi dini adanya potensi terjadinya stunting pada anak bisa dilihat di Posyandu, juga mampu menghasilkan solusi dengan tekat yang kuat dalam pencegahan dan penurunan stunting.

Pentingnya pemenuhan informasi status gizi berdasarkan individu dapat terpenuhi dengan menggunakan sistem aplikasi online Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM). Dengan aplikasi ini, kebutuhan intervensi dalam penguatan surveilans gizi melalui kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) dapat dilakukan by name by address.

Penggunaan e-PPGBM bertujuan agar tenaga pelaksana gizi dan pemangku kebijakan di daerah lebih mudah dalam mengamati permasalahan gizi di wilayah mereka untuk selanjutnya mengambil keputusan terhadap dan tindakan apa yang akan dilakukan, baik secara komunitas maupun individu. upaya perbaikan gizi masyarakat, khususnya gizi anak, dibutuhkan program multi sektoral yang efektif dan berkelanjutan.

Oleh karena itu, penting adanya ketersediaan data secara akurat dan berkelanjutan. Dengan adanya aplikasi ini, kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) dapat dilakukan by name by address. Lebih dari itu, penggunaan aplikasi ini bertujuan agar TPK dan pemangku kebijakan dalam pemerintah dapat lebih mudah mengamati permasalahan gizi di daerahnya untuk selanjutnya merumuskan langkah ataupun intervensi yang akan diambil baik secara kelompok maupun individu.

Di dalam e-PPGBM beberapa data yang akan di input adalah sebagai berikut :

1. Daftar Anak berstatus Gizi

2.Daftar Balita berstatus Gizi

3.Rekap Balita berstatus Gizi dan Usia

4. Rekap Balita berstatus Gizi, Usia dan Jenis kelamin .

5.Laporan KPSP

6. Laporan KIA

7.Rekap perkembangan Balita

8. Daftar penerima PMT

Dengan adanya aplikasi ini, kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) dapat dilakukan by name by address. Lebih dari itu, penggunaan aplikasi ini bertujuan agar TPK dan pemangku kebijakan dalam pemerintah dapat lebih mudah mengamati permasalahan gizi di daerahnya untuk selanjutnya merumuskan langkah ataupun intervensi yang akan diambil baik secara kelompok maupun individu.

Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya.

Tidak jarang masyarakat menganggap kondisi tubuh pendek merupakan faktor genetika dan tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan. Faktanya, faktor genetika memiliki pengaruh kecil terhadap kondisi kesehatan seseorang dibandingkan dengan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Biasanya, stunting mulai terjadi saat anak masih berada dalam kandungan dan terlihat saat mereka memasuki usia dua tahun.

Stunting memiliki gejala-gejala yang bisa di kenali, misalnya:

a. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya

b. Pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat

c. Memiliki kemampuan fokus dan memori belajar yang buruk

d. Beragam dan bergizi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap makanan yang sehat.

e Pubertas yang lambat

f. Saat menginjak usia 8-10 tahun, anak cenderung lebih pendiam dan tidak banyak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya

g. Berat badan lebih ringan untuk anak seusianya

Pihak Kementrian Kesehatan menegaskan bahwa stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas masyarakat Indonesia. Bukan hanya mengganggu pertumbuhan fisik, anak anak juga mengalami gangguan perkembangan otak yang akan memengaruhi kemampuan dan prestasi mereka.

Selain itu, anak yang menderita stunting akan memiliki riwayat kesehatan buruk karena daya tahan tubuh yang juga buruk. Stunting juga bisa menurun ke generasi berikutnya bila tidak ditangani dengan serius.

Faktor-faktor yang Menyebabkan Stunting Mengingat stunting adalah salah satu masalah kesehatan yang cukup membahayakan, memahami faktor penyebab stunting sangat penting untuk dilakukan. Dengan begitu, bisa melakukan langkah langkah preventif untuk menghindarinya.

Berikut ini beberapa faktor penyebab stunting yang perlu di ketahui:

Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya.

Tidak jarang masyarakat menganggap kondisi tubuh pendek merupakan faktor genetika dan tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan. Faktanya, faktor genetika memiliki pengaruh kecil terhadap kondisi kesehatan seseorang dibandingkan dengan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Biasanya, stunting mulai terjadi saat anak masih berada dalam kandungan dan terlihat saat mereka memasuki usia dua tahun.

Kebijakan pengendalian stunting umumnya mencakup berbagai program dan intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan gizi dan kesehatan anak anak, serta meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan yang relevan.

Berikut beberapa tindakan konkret yang sering diambil dalam kebijakan pengendalian stunting:

a. Program Peningkatan Gizi Ibu Hamil : Melalui program ini, ibu hamil diberikan pendidikan gizi dan akses ke suplemen gizi seperti zat besi, asam folat, dan kalsium untuk mendukung pertumbuhan janin yang sehat.

b. Pelayanan Kesehatan Anak Terpadu: Program ini bertujuan untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang holistik dan terpadu bagi anak anak, termasuk pemantauan pertumbuhan, imunisasi, dan pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi.

c. Kampanye Pemberian ASI Eksklusif: Mendorong praktik menyusui secara eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan anak untuk menyediakan nutrisi yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka.

d. Program Pangan Suplemen: Menyediakan pangan tambahan atau suplemen gizi untuk kelompok rentan, terutama anak anak, untuk memastikan asupan gizi yang cukup.

e. Peningkatan Ketersediaan Makanan Bergizi: Mendorong pertanian dan produksi pangan yang beragam dan bergizi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap makanan yang sehat.

f. Kampanye Edukasi Gizi: Melakukan kampanye pendidikan dan penyuluhan tentang pentingnya gizi yang seimbang dan cara mempersiapkan makanan yang sehat untuk anak anak dan keluarga.

g. Peningkatan Kualitas Layanan Kesehatan: Meningkatkan kualitas dan ketersediaan layanan kesehatan di wilayah tersebut, termasuk pelatihan tenaga medis dan penyedia layanan kesehatan yang berfokus pada pencegahan stunting.

h. Pendekatan Komprehensif dalam Pencegahan Stunting: Mengintegrasikan berbagai sektor seperti kesehatan, pangan, sanitasi, dan pendidikan untuk menciptakan pendekatan holistik dalam mengatasi stunting.

Kebijakan pengendalian stunting yang efektif harus didukung oleh data dan analisis yang kuat, serta melibatkan partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat, dan masyarakat umum. Setiap wilayah dapat memiliki kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi lokal mereka untuk mencapai tujuan pengendalian stunting yang diinginkan.

1. Evaluasi Dampak Sosial dan Ekonomi : Evaluasi dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan pengendalian stunting, seperti pengurangan biaya perawatan kesehatan jangka panjang, peningkatan produktivitas masyarakat, dan peningkatan kualitas hidup.Tinjau data biaya perawatan kesehatan yang telah terkumpul sebelum dan setelah penerapan kebijakan pengendalian stunting.Bandingkan biaya perawatan yang dikeluarkan untuk anak anak dengan stunting sebelum dan setelah penerapan kebijakan.Analisis data untuk mengidentifikasi potensi pengurangan biaya perawatan jangka panjang akibat penurunan kasus stunting dan dampaknya pada kesehatan anak ketika mereka tumbuh dewasa.

2. Peningkatan Produktivitas Masyarakat : Tinjau dampak stunting pada produktivitas masyarakat dengan membandingkan kinerja dan tingkat kesehatan pekerja yang mengalami stunting dengan pekerja yang tidak mengalami stunting.Analisis data untuk mengidentifikasi hubungan antara stunting dan tingkat produktivitas dalam berbagai sektor ekonomi.Evaluasi potensi peningkatan produktivitas sebagai hasil dari penurunan tingkat stunting akibat kebijakan pengendalian stunting.

3. Peningkatan Kualitas Hidup :

Lakukan survei atau wawancara untuk mengukur persepsi masyarakat tentang kualitas hidup sebelum dan setelah kebijakan pengendalian stunting diterapkan. Tinjau indikator kualitas hidup, seperti harapan hidup sehat, akses pendidikan, dan tingkat kemiskinan, untuk melihat perubahan yang mungkin terjadi akibat penurunan stunting.Analisis data untuk mengidentifikasi dampak positif yang dapat dihubungkan dengan penurunan tingkat stunting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.

Evaluasi dampak sosial dan ekonomi ini harus mencakup periode waktu yang Cukup lama untuk mengamati perubahan jangka panjang yang mungkin terjadi akibat kebijakan. Selain itu, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil, seperti perubahan lingkungan sosial dan ekonomi, atau kebijakan lain yang mungkin juga berdampak pada hasil yang diamati.

Saran:

Pentingnya pemenuhan informasi status gizi berdasarkan individu dapat terpenuhi dengan menggunakan sistem aplikasi online Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM). Dengan aplikasi ini, kebutuhan intervensi dalam penguatan surveilans gizi melalui kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) dapat dilakukan by name by address.

Kesimpulan :

Target pemerintah menurunkan stunting ke angka 144 pada 2024 semakin memperbesar tantangan penanganan. Oleh sebab itu semua pihak dapat terlibat dalam penanganan persoalan ini, tak terkecuali media.

Diharapkan, nantinya peran pihak terkait yang berlandaskan pada dasar kemitraan dan sinergisme yang dinamis dan tata penyelenggaraan yang baik, sehingga pembangunan kesehatan berhasil guna dan memberi manfaat yang sebesar-sebesarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat, beserta lingkungannya. (***)

















Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button